Blog Archives

Wali Pitu Bali


Kalau di Jawa ada istilah Wali Songo, tokoh-tokoh penyebar Islam yang jumlahnya sembilan, di Bali ada pula istilah Wali Pitu. Bagaimana kisahnya dan siapa saja Wali Pitu itu? 

Syiar Islam di Bali memiliki kisah tentang keberadaan Wali Pitu. Mereka merupakan para penyebar Islam yang telah mencapai derajat kewalian yang jumlahnya tujuh orang. Menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia Kota Denpasar, Mustofa Al Amin, nama Wali Pitu merupakan hasil penelitian dari Habib Toyib Zein Assegaf.

“Beliau mendapat isyarat secara kesufian, beliau selalu mendapatkan mimpi secara berulang datang ke bali, hingga suatu waktu beliau bertemu dengan orang Bali yang kebetulan datang ke mojokerto dalam rangka belanja sepatu untuk kepentingan usahanya, kemudian Beliau Habib Toyib ikut dengan orang Bali tersebut sampai ke bali. Kemudian sesampainya di Bali berdasarkan isyarah yang datang kepada Beliau, dengan di temani seorang temannya yg berada di Monang Maning, Beliau melakukan penelitian lapangan, dalam pencariannya untuk menguak tentang adanya ketujuh orang penyiar Islam di Bali ini dan fakta membuktikan isyarat itu benar adanya. Itulah yang dikenal dengan istilah Wali Pitu.Meski fakta membenarkan keberadaan Wali Pitu, namun penetapan nama itu sendiri bukan berdasarkan kesepakatan umat muslim Bali. Kendati begitu, bukan berarti kiprah Wali Pitu tidak diakui dalam konteks syiar Islam di Bali.“Validitasnya tidak bisa menyamai Wali Songo, karena kiprah mereka dari cerita ke cerita, bahwa Wali Pitu memiliki pengaruh dan karomah yang sangat penting bagi perkembangan Islam di Bali,” ulasnya.

“Artinya tidak salah jika umat muslim menjadikan Wali Pitu sebagai panutan. Hanya saja, bagi para peziarah makam Wali Pitu ini tetap tidak boleh menyimpang dari syariah.”

MUI sendiri tidak mempermasalahkan keberadaan Wali Pitu ini. Masyarakat menerima atau tidak keberadaan mereka itu merupakan keyakinan masing-masing. Sebab, Wali Pitu memiliki peranan masing-masing kepada masyarakat di zamannya, sembari melakukan syiar Islam. MUI Denpasar mengapresiasi upaya penelitian dan hasilnya tentu yang berkaitan dengan sejarah perkembangan umat Islam di Bali termasuk para tokoh, seperti Wali Pitu, yang memberikan kontribusi terhadap perkembangan tersebut.

Penelitian dan kajian lebih lanjut, sangat penting dan mendesak sifatnya untuk segera dilakukan. Wali Pitu ini hendaknya menggugah umat Islam Bali khususnya dan Nusantara pada umumnya untuk meningkatkan semangat mereka berdakwah dengan cara dan pendekatan yang moderat, toleran dan damai, di samping berpihak pada kebenaran dan kejujuran, keuletan dan keberanian, serta keadilan dan ketulusan seperti diperankan tokoh-tokoh tersebut,” ajaknya.

“Mereka juga harus lebih memahami kesejarahan mereka di Bali yang memiliki keunikan dan kekhasan.”

Berikut beberapa nama Auliya’ yang disebut Wali Pitu:

1. Pangeran Mas Sepuh alias Raden Amangkuningrat Keramat Pantai Seseh

Makam Beliau terletak di pinggir Pantai Seseh, Mengwi, Tabanan, Bali.Pangeran Mas Sepuh merupakan gelar. Nama sebenarnya adalah Raden Amangkuningrat, yang terkenal dengan nama Keramat Pantai Seseh. Ia merupakan Putra Raja Mengwi I yang beragama Hindu dan ibunya berasal dari Blambangan (Banyu Wangi Jatim) yang beragama Islam. Sewaktu kecil, beliau sudah berpisah dengan ayahandanya dan diasuh oleh ibundanya di Blambangan. Setelah dewasa, Pangeran Mas Sepuh menanyakan kepada ibunya tentang ayahandanya itu. Setelah Pangeran Mas Sepuh mengetahui jati dirinya, ia memohon izin pada ibunya untuk mencari ayah kandungnya, dengan niat akan mengabdikan diri. Semula, sang ibu keberatan, namun akhirnya diizinkan juga Pangeran Mas Sepuh untuk berangkat ke Bali dengan diiringi oleh beberapa punggawa kerajaan sebagai pengawal dan dibekali sebilah keris pusaka yang berasal dari ayahandanya dari Kerajaan Mengwi

Namun, setelah bertemu dengan ayahnya, terjadilah kesalahpahaman yang di sebabkan kecemburuan dari pihak keluarga kerajaan. Akhirnya Pangeran Mas Sepuh beranjak pulang ke Blambangan untuk memberitahu ibunya tentang peristiwa yang telah terjadi. Namun dalam perjalanan pulang, sesampainya di Pantai Seseh, Pangeran Mas Sepuh diserang sekelompok orang bersenjata yang tak dikenal, sehingga pertempuran tak dapat dihindari lagi. Melihat korban berjatuhan yang tidak sedikit dari kedua belah pihak, keris pusaka milik Pangeran Mas Sepuh dicabut dan diacungkan ke atas, seketika itu ujung keris mengeluarkan sinar dan terjadilah keajaiban, kelompok bersenjata yang menyerang tersebut mendadak lumpuh, bersimpuh diam seribu bahasa. Akhirnya diketahui kalau penyerang itu masih ada hubungan kekeluargaan, hal ini dilihat dari pakaian dan juga dari pandangan bathiniyah Pangeran Mas Sepuh. Akhirnya keris pusaka dimasukkan kembali dalam karangkanya, dan kelompok penyerang tersebut dapat bergerak dan kemudian memberi hormat kepada Pangeran Mas Sepuh.

Salah satu karomah yang diberikan Allah kepada Pangeran Mas Sepuh ialah kemampuan berjalan diatas permukaan air. Kesaktian yang luar biasa yang dimiliki Paneran Mas Sepuh ternyata memunculkan rasa kecemburuan diantara putra-putra Raja Mengwi. Bahkan suatu ketika saat Pangeran Mas Sepuh diperintahkan untuk menuju Taman Ayun (tempat peristirahatan keluarga Raja) di Mengwi. Taman Ayun dikelilingi danau mengitari bangunan lengkap dengan taman indahnya. Tanpa diduga, saat Pangeran Mas Sepuh berjalan diatas air danau dan bersila diatas bunga teratai, terlihat oleh prajurit kerajaan. Tentu apa yang disaksikan prajurit kerajaan tersebut sungguh menggegerkan seluruh Istana. Selain karomah tersebut, Panggran Mas Sepuh juga dikenal mampu mengobati berbagai macam penyakit. Bahkan, tak sedikit ‘dukun’ yang mencari ilmu untuk belajar cara pengobatan. Namun, yang paling mencengangkan serta sempat disaksikan pasukan kerajaan Mengwi ialah saat Pangeran Mas Sepuh dalam perjalanan menuju Bali dari Kerajaan Blambangan (Jawa) terlihat hanya berjalan diatas air laut. Pangeran Mas Sepuh tampak tenang berjalan diantara deburan serta gulungan ombak.

 

 

 

 

2. Habib Ali Bin Abu Bakar Bin Umar Bin Abu Bakar Al KhamidHabib Ali bin Abubakar bin Umar al-Hamid, yang makamnya terdapat di Desa Kusumba, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung. Makam keramat ini terletak tak jauh dari selat yang menghubungkan Klungkung dengan pulau Nusa Penida. Selain dikeramatkan oleh kaum muslimin, makam ini juga dikeramatkan oleh umat Hindu. Di depan makam dibangun patung seorang tokoh bersorban dan berjubah menunggang kuda.

Semasa hidupnya Habib Ali mengajar bahasa Melayu kepada Raja Dhalem I Dewa Agung Jambe dari Kerajaan Klungkung. Sang raja menghadiahkan seekor kuda kepadanya sebagai kendaraan dari kediamannya di Kusamba menuju istana Klungkung. Suatu hari, pulang mengajar di istana, ia diserang oleh kawanan perampok. Ia wafat dengan puluhan luka di tubuhnya.Jenazahnya dimakamkan di ujung barat pekuburan desa Kusamba. Malam hari selepas penguburan, terjadi keajaiban. Dari atas makam menyemburlah kobaran api, membubung ke angkasa, memburu kawanan perampok yang membunuh sang Habib. Akhirnya semua kawanan perampok itu tewas terbakar. Kaum muslimin setempat biasa menggelar haul Habib Ali setiap Ahad pertama bulan Sya’ban.

Makam Habib Ali bin Abu Bakar bin Umar Al Hamid berada di tepi pantai di Desa Kusumba, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung, tidak jauh dari selat yang menghubungkan Klungkung dengan Nusa Penida. Selain dikeramatkan oleh kaum muslimin, makam ini juga dikeramatkan oleh umat Hindu. Semasa hidupnya, Habib Ali mengajar bahasa Melayu kepada Raja Dalem I Dewa Agung Jambe dari Kerajaan Klungkung. Sang Prabu menghadiahkan seekor kuda sebagai kendaraan dari kediamannya di Kusamba menuju puri Klungkung.

Pada suatu hari, sewaktu Habib Ali pulang dari Klungkung dan sesampainya di pantai Kusamba, beliau diserang oleh sekelompok orang yang tidak dikenal dengan senjata tajam dan tewas di tempat. Akhirnya, jenazah beliau dimakamkan di ujung barat pekuburan Desa Kusamba.

3. Syeh Maulana yusuf Al Magribi4. Habib Ali Bin Zaenal Abidin Al Idrus5. Habib Umar Maulana Yusuf6. Syeh Abdul Qodir Muhammad7. Habib Ali Bin Umar Bafaqih

Category: Uncategorized

Kang Said: Orang Anti Ziarah Kubur Tidak Akan Berhasil


Jakarta, NU Online -

Tradisi ziarah kubur yang menjadi salah satu ciri khas Nahdlatul Ulama, dijaga oleh Ketua Umum PBNU KH. Said Aqil Siroj saat melakukan kunjungan kerja ke Aljazair. Kang Said, demikian Kiai Said biasa disapa, menegaskan seseorang yang anti ziarah kubur tidak akan mendapatkan keberhasilan.

Di Aljazair di sela kegiatan seminar internasional yang diadakan oleh Kementerian Agama dan Wakaf setempat, Kang Said menyempatkan berziarah ke makam waliyullah yang bergelar al ghauts (penolong), yakni Syaikh Syuaib Abu Madiyan guru dari Syaikh Abdussalam bin Masyisy (dimakamkan di Maroko), yang memiliki murid Imam Abil Hasan As Syadzili.

“Syaikh Syuaib Abu Madiyan itu seorang ulama yang diberi kharomah luar biasa. Beliau dikenal mampu mengislamkan daerah yang dikunjunginya dengan cepat,” ungkap Kang Said di Jakarta, Senin (12/3).

Kang Said juga mengatakan, Syaikh Syuaib Abu Madiyan dikenal sangat dihormati oleh masyarakat daerah yang disinggahinya. Sifatnya yang pemurah dan tak kenal pamrih dalam memberikan pertolongan menjadikannya mendapatkan gelar Al Ghauts.

Tradisi ziarah kubur, masih kata Kang Said, merupakan ciri khas NU yang tetap harus dilestarikan. Di Afrika, khususnya di Aljazair dan Maroko, tradisi yang sama diakuinya tetap dipertahankan dan dijalankan oleh masyarakat setempat.

“Di sana masjidnya kecil, tapi tidak pernah sepi. Peziarah terus mengalir. Saya tegaskan ziarah bukan bid’ah. Barang siapa tidak kenal ziarah kubur dia tidak akan menemukan keberhasilan, sudah banyak buktinya,”  pungkas Kang Said tegas.

Penulis: Emha Nabil Haroen

(Sumber:nu.or.id)

Category: Uncategorized

Anjuran untuk Ziarah Kubur


Ziarah kubur sudah menjadi perilaku rutin warga nahdliyin. Mereka terbiasa mengunjungi makam orang tua, kerabat, sahabat, kiai, dan makam para wali di tanah air ini.Ganjaran Allah SWT. bagi para peziarah sudah menanti. Betapa tidak? Mereka biasanya mengisi upacara ziarah dengan membaca ayat-ayat Alquran atau rangkaian zikir tahlil dan shalawat. Mereka menerima pahala yang berlipat, untuk ibadah ziarahnya itu sendiri dan rangkaian bacaan yang mereka lafalkan.

Ziyaratul quburi mustahabbatun ‘alal jumlah littazakkuri wal i‘tibar. Waziyaratu quburis shalihin mustahabbatun liajlit tabarruki ma‘al i‘tibar. Ziarah kubur adalah sunah untuk mengingatkan manusia pada kematian dan membaca pertanda di hadapan mereka. Sedangkan menziarahi kubur orang saleh adalah juga sunah untuk membaca pertanda di hadapan mereka dan mengalap berkah. Begitu kata Imam Ghazali dalam Ihya Ulumid Din.

Dengan otomatis, ziarah termasuk ibadah yang sangat dianjurkan. Banyak manfaat yang mereka terima dari ibadah ziarah. Ini bukan ibadah yang berat dan asing mengingat ziarah sudah mengalami tradisi yang panjang dalam sejarah umat Islam di Indonesia.

Makam Sunan Kalijaga, di desa Kadilangu, Demak, Jawa Tengah misalnya. Setiap harinya dikunjungi oleh ribuan peziarah dari berbagai pelosok, terlebih lagi musim lebaran dan liburan sekolah.

Tentu, niat para peziarah adalah kunci utama dalam melakukan ibadah ini. Dalam segala bentuk ibadah, umat Islam selalu menanamkan dalam hati untuk mendekatkan diri dan meningkatkan takwa kepada Allah.

Terlebih lagi, makam para wali dan orang saleh di Indonesia sangat banyak. Ini sangat memungkinkan sekali bagi mereka untuk mengalap berkah. Sementara, keberkahan sendiri bagi kehidupan nahdliyin adalah nilai yang membekali mereka bukan hanya menghadapi tetapi juga mengatasi segala persoalan kehidupan.

Upaya mendekatkan diri kepada Allah, dan kecintaan mereka kepada para wali dan orang saleh, adalah langkah strategis sehingga Allah memberikan kebaikan dunia dan akhirat bagi mereka.

(Sumber:nu.or.id)

Category: Uncategorized

Gus Dur Islamkan Tradisi Ziarah Kelompok Abangan


Jakarta, NU Online
Selalu terdapat strategi unik dalam berdakwah, tetapi seringkali orang tidak paham apa yang sebenarnya dilakukan, bahkan ditentang habis-habisan karena dianggap menyalahi pakem yang sudah berlaku umum. Gus Dur seringkali mengalami hal ini.
Salah satu amalan Gus Dur adalah berziarah ke makam-makan pendahulu yang dianggap berjasa dalam menyebarkan Islam di Indonesia. Tapi ada kalanya mantan ketua umum PBNU ini memiliki maksud lain dalam berziarah.

Di Kroya Jawa Tengah, terdapat sebuah makam yang dikenal sebagai jujukan ziarah kelompok abangan. Tentu saja, di sana mereka bukan membaca tahlil atau yasin, tetapi tradisi tersendiri di luar nilai-nilai keislaman.

Ketika terdapat kesempatan, Gus Dur menziarahi makam tersebut. Kontan saja, para kiai di Kroya protes, mengapa berziarah ke tempat itu yang sudah terkenal menjadi “sarangnya” kelompok abangan dalam menjalankan ritual.

“Apa Gus Dur tidak tahu ini. Mengapa harus menziarahi makam itu, yang sudah jelas-jelas tokoh abangan” kata sejumlah kiai kepada Gus Dur sebagaimana disampaikan ke sekjen PBNU H Marsudi Syuhud.

Bukan Gus Dur namanya kalau berpikir konvensional. Ia pun menjelaskan “Saya ke sana kan dalam rangka tahlilan, bukan yang lain“

Pelan tapi pasti, setelah diziarahi Gus Dur, makam tersebut semakin ramai, tetapi ada yang berbeda, mereka yang berziarah merubah ritual-ritualnya dengan tahlil dan amalan Islam lain sampai akhirnya tradisi non Islamnya berganti tanpa ada pemaksaan atau klaim bid’ah, sesat dan sejenisnya yang ujung-ujungnya malah menimbulkan perlawanan.

Gus Dur juga menziarahi makam Kiai Mahfud, tokoh Angkatan Umat Islam (AUI) dari pesantren Semolangu Kebuman yang tertembak di Gunung Srandil yang ikut membela perjuangan melawan penjajah Belanda, tetapi dituduh memberontak.

“Beliau ingin meluruskan bahwa banyak jasa yang telah ditorehkan Kiai Mahfud dalam membela tahan air,“ ujar Marsudi.

Penulis: Mukafi Niam

(Sumber:nu.or.id)

Category: Uncategorized

Tabarruk Dipraktikkan Sejak Zaman Nabi


Jakarta, NU Online
Mengharap bertambahnya kebaikan (tabarruk) melalui orang dan benda-benda tertentu pernah dipraktikkan sendiri oleh Rasulullah SAW, kemudian diikuti para sahabat, tabi’in, dan para penerusnya. Selama tetap memelihara tali tauhid, kegiatan tabarruk sah dilaksanakan dan akan berdampak positif bagi yang melakukannya.

Demikian pokok materi Kajian Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) yang digelar Pengurus Pusat Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU), Rabu (31/5) malam, di Gedung PBNU, Jakarta Pusat. Hadir dalam kesempatan ini, Ketua PP LDNU KH Zakky Mubarak, Wakil Ketua PP LDNU Syamsul Ma’arif, KH Abu Na’im Khofifi, serta sejumlah pengurus PBNU dan ulama lainnya.

Kajian bertema “Konsep Tabaruk dalam Islam” ini dipimpin KH Misbahul Munir, pengasuh Pesantren Ilmu al-Qur’an al-Misbah. Menurutnya, dalil tabarruk bisa ditemukan secara jelas dalam al-Qur’an, Hadits, teladan sahabat, dan sejumlah kitab-kitab induk ulama klasik.

Misbahul mengutip surat al-Baqarah (125). Ayat ini turun dilatari pertanyaan Umar kepada Rasulullah tentang keberadaan lokasi berdiri (maqam) Nabi Ibrahim. Nabi menjawab, lalu turun ayat “dan jadikanlah maqam Ibarahim sebagai tempat shalat.” Ia menunjukkan dalil lain dalam surat al-Baqarah (248) dan surat Yusuf (96).

Misbahul juga melanjutkan, Nabi sendiri pernah bertabarruk dengan air wudhu kaum muslimin dengan cara menyuruh mengambilkan air dari tempat bersuci kaum muslimin lalu meminumnya. “Fayasyrab yarju barakata aidil muslimin (lalu Nabi minum seraya mengharap keberkahan dari tangan-tangan kaum muslimin),” ujarnya merujuk hadits dalam kitab Syu’abul Iman.

Para sahabat dan ulama-ulama terkemuka, lanjutnya, juga turut memeragakan tabarruk, seperti mencium tangan, ziarah, menghormati tempat dan barang-barang khusus, bahkan menggunakannya sebagai sarana (wasilah) untuk tujuan-tujuan tertentu.

Kajian Aswaja merupakan agenda rutin PP LDNU sebagai bagian dari rangkaian acara Istighasah dan Pengajian Bulanan yang diselenggarakan saban Rabu malam pada minggu terakhir tiap bulan. Tujuannya adalah untuk memperluas wawasan, memupuk kebersamaan, dan menghindari permusuhan antarkelompok yang berbeda pandangan keagamaan.

 
Redaktur : Syaifullah Amin
Penulis     : Mahbib Khoiron

(Sumber:nu.or.id)

Category: Uncategorized

Ziarah Rajabiyah dan Peringatan Haul


Diriwayatkan Al-Baihaqi dari Al-Wakidi bahwa Rasulullah SAW senantiasa berziarah ke makam para syuhada di bukit Uhud pada setiap tahun, tepatnya di bulan Rajab, bulan ketujuh dalam kalender Islam Hijriyah. Sesampai di Uhud, beliau memanjatkan doa sebagaimana dalam Al-Qur’an Surat Ar-Ra’d ayat 24 :
سَلامٌ عَلَيْكُم بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ
Keselamatan atasmu berkat kesabaranmu. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.

Diriwayatkan pula bahwa para sahabat pun melakukan apa yang telah dilakukan Rasulullah. Lanjutan Riwayat: Abu Bakar juga melakukan hal itu pada setiap tahunnya, kemudian Umar, lalu Utsman. Fatimah juga pernah berziarah ke bukit Uhud dan berdoa.

Saad bin Abi Waqqash pernah mengucapkan salam kepada para syuhada tersebut kemudian ia menghadap kepada para sahabatnya lalu berkata, ”Mengapa kalian tidak mengucapkan salam kepada orang-orang yang akan menjawab salam kalian?” Demikianlah dalam kitab Syarah al-Ihya juz 10 pada fasal tentang ziarah kubur.

Dalam kitab Najhul Balaghah dan Kitab Manaqib As-Sayyidis Syuhada Hamzah RA oleh Sayyid Ja’far Al-Barzanji dijelaskan bahwa hadits itu menjadi sandaran hukum bagi orang-orang Madinah untuk yang melakukan Ziarah Rajabiyah atau ziarah tahunan pada setiap bulan Rajab ke maka Sayidina Hamzah yang ditradisikan oleh keluarga Syeikh Junaid al-Masra’i (riwayat lain menjelaskan peringatan itu dilakukan karena ia pernah bermimpi dengan Hamzah yang menyuruhnya melakukan ziarah tersebut).

Bagi umat Islam di Indonesia, tersebut di atas selain menjadi dasar hukum Ziarah Rajabiyah, juga menjadi salah satu sandaran hukum Islam bagi pelaksanaan tadisi yang berkembang di tengah-tengah kita yakni peringatan haul atau acara tahunan untuk mendoakan dan mengenang para ulama, sesepuh dan orang tua kita.

Para ulama memberikan arahan yang baik tentang tata cara dan etika Ziarah Rajabiyah atau peringatan haul. Dalam al-Fatawa al-Kubra Ibnu Hajar mewanti-wanti, jangan sampai menyebut-nyebut kebaikan orang yang sudah wafat disertai dengan tangisan. Ibnu Abd Salam menambahkan, di antara cara berbela sungkawa yang diharamkan adalah memukul-mukul dada atau wajah, karena itu berarti berontak terhadap qadha yang telah ditentukan oleh Allah SWT.

Saat mengadakan Ziarah Rajabiyah atau peringatan haul dianjurkan untuk membacakan manaqib (biografi yang baik) dari orang yang wafat, untuk diteladani kebaikannya dan untuk berbaik sangka kepadanya. Ibnu Abd Salam mengatakan, pembacaan manaqib tersebut adalah bagian dari perbuatan taat kepada Allah SWT karena bisa menimbulkan kebaikan. Karena itu banyak para sahabat dan ulama yang melakukannya di sepanjang masa tanpa mengingkarinya.

Para ulama di Indonesia menganjurkan, sedikitnya ada tiga kebaikan yang bisa dilakukan pada acara peringatan haul: 1. Mengadakan ziarah kubur dan tahlil 2, Menyediakan makanan atau hidangan dengan niat sedekah dari almarhum. 3. Membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an dan memberikan nasihat agama, antara lain dengan menceritakan kisah hidup dan kebaikan almarhum agar bisa diteladani.

A. Khoirul Anam

(Sumber:nu.or.id)

Category: Uncategorized

Taman Wisata Religi Makam Mbah Wali Agung di Launching


Probolinggo, NU Online
Satu lagi obyek wisata religius diresmikan di Kabupaten Probolinggo. Setelah Taman Wisata Miniatur Ka’bah di Desa Curahsawo Kecamatan Gending, kini resmi hadir Taman Wisata Religi Makam Mbah Wali Agung Raden Joyo Laksono yang berlokasi di Gunung Pandek Desa Tamansari Kecamatan Dringu Kabupaten Probolinggo.

Taman Wisata Religi Makam Mbah Wali Agung Raden Joyo Laksono tersebut secara resmi dilaunching oleh Bupati Probolinggo yang juga Mustasyar NU Kabupaten Probolinggo H Hasan Aminuddin.

Peresmian wisata religi tersebut dihadiri oleh Ketua Tanfidziyah PCNU Kabupaten Probolinggo KH Saiful Hadi, Ketua Umum MUI Kabupaten Probolinggo KH Munir Kholili, Kepala Kemenag Kabupaten Probolinggo Busthomi dan sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Probolinggo.

“Mari kita syi’arkan tempat ini sebagai Taman Wista Religi Makam Mbah Wali Agung Gunung Pandek. Semoga dapat makin memperkaya khazanah wisata religi di Kabupaten Probolinggo dan memberikan manfaat untuk kepentingan ummat,” ujar Hasan.

Menurutnya, wisata religi ziarah semacam itu diperlukan untuk mengingatkan kita pada jasa para leluhur khususnya alim ulama yang telah berjihad di jalan Allah SWT. “Ini merupakan salah satu upaya penguatan amal ibadah kita untuk meneruskan ibadah sebagaimana dicontohkan para orang tua dan leluhur kita terdahulu,” imbuh Hasan.

Sebenarnya kompleks pemakaman ini sudah cukup dikenal oleh para peminat wisata ziarah di Kabupaten Probolinggo. Dari jalan raya, jarak yang harus ditempuh untuk sampai ke bukit ini kurang lebih dua kilometer ke arah selatan melewati jalan desa.

Pada malam-malam tertentu kompleks pemakaman yang berada di atas bukit ini banyak didatangi peziarah. Tak hanya itu, pada hari libur seperti hari Minggu pagi, tempat ini juga banyak didatangi masyarakat khususnya muda-mudi yang ingin menikmati keindahan alam pantai dan laut Bentar yang nampak jelas dari puncak bukit.

Seiring dengan pernyataan peresmian sebagai taman wisata religi, kini kompleks pemakaman tersebut sudah mulai dibenahi. Musholla yang ada di tengah kompleks direhab dan dicat ulang. Fasilitas pendukung seperti kamar mandi, toilet dan tempat wudhu’ yang saat ini masih terkesan darurat akan segera dibangun untuk memberikan kenyamaman kepada para pengunjung.

Sebagai penanda keberadaan taman wisata religi baru itu juga sedang dibangun gapura yang terletak dipintu masuk sisi timur kompleks pemakaman.

(Sumber:nu.or.id)

Category: Uncategorized

Kiai Saleh Darat, dari Pengarang hingga Pejuang


KH Muhammad Shalih bin Umar as-Samarani, terkenal dan akrab dengan nama KH Saleh Darat, adalah ulama terkemuka di peralihan abad 20 yang menjadi guru para ulama Jawa terkemuka generasi berikutnya.

Selain itu, ia juga dikenal sebagai penulis prolifik kitab-kitab keagamaan beraksara Arab dalam Bahasa Jawa. Kiai Saleh Darat adalah putera Kiai Umar, yang seperti Kiai Maja, merupakan pejuang dan penasehat keagamaan Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa.

Ia dilahirkan di Kedung Jumbleng, Mayong, Jepara sekitar tahun 1820. Pelajaran agamanya yang awal diperolehnya dari ayahnya sendiri, dan dilanjutkan berguru kepada beberapa ulama, antara lain: KH Muhammad Syahid (Kajen, Pati), KH Raden Muhammad Shalih bin Asnawi (Kudus), Kiai Ishak Damaran (Semarang), Kiai Abu Abdillah Muhammad al-Hadi bin Baquni (Semarang), Ahmad Bafaqih Ba`alwi (Semarang), dan Syekh Abdul Ghani Bima (Semarang).

Ketika Diponegoro ditangkap dan perlawanannya dihancurkan oleh Belanda, Kiai Umar beserta anak lelakinya Saleh, melarikan diri ke Singapura dan kemudian ke Makkah. Selanjutnya di kota suci ini Saleh mempelajari Islam hingga bertahun-tahun. Teman seangkatannya adalah Syeikh Nawawi Banten dan Syaikhuna Cholil Bangkalan.

Dalam kitab Al-Mursyid al-Wajiz yang ditulisnya, tersebut nama-nama gurunya ketika belajar di Mekkah antara lain: Syekh Muhammad al-Maqri al-Mashri al-Makki, Syekh Muhammad bin Sulaiman Hasballah, Sayid Ahmad bin Zaini Dahlan, Syekh Ahmad al-Nahrawi al-Mishri al-Makki, Sayid Muhammad Shalih az-Zawawi al-Makki, Syekh Zaid, Syekh Umar al-Syami, Syekh Yusuf as-Sanbalawi al-Mashri, dan Syekh Jamal.

Sekembali dari Makkah, Kiai Saleh diambil menantu oleh Kiai Murtadha, salah seorang kiai terkemuka zaman itu, dan kemudian membuka sebuah pesantren di Kampung Mlayu Darat, Semarang. Dari sinilah asal nama ‘Darat’ yang disematkan kepadanya.

Santri-santrinya yang berjumlah ratusan datang baik dari Semarang sendiri maupun daerah-daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur lainnya seperti Kendal, Pekalongan, Demak, Rembang, Salatiga, Yogyakarta, Tremas dan lainnya.

Beberapa santrinya menjadi tokoh dan ulama terkemuka di paro pertama abad 20 seperti KH Hasyim Asy`ari (Tebuireng Jombang, pendiri NU), KH Ahmad Dahlan (Yogyakarta, pendiri Muhammadiyah), KH Mahfuzh (Tremas), KHR Dahlan (Tremas), Kiai Amir (Pekalongan), Kiai Idris (Surakarta), KH Abdul Hamid (Kendal),  Kiai Khalil (Rembang), Kiai  Penghulu  Tafsir Anom  (Kraton Surakarta). Tak berlebihan jika beliau disebut sebagai ‘guru ulama Jawa.’

Kitab-kitab yang ditulis oleh Kiai Saleh semuanya menggunakan Bahasa Jawa pesisiran atau istilah di dalam kitabnya ditulis al-Lughah al-Jawiyyah al-Merikiyyah (Bahasa Jawa Setempat), dan sebagian besar merupakan  karya  saduran dan terjemahan atau khulashah (ringkasan) dari suatu kitab.

Seperti ditulis di bagian akhir dalam salah satu kitabnya, Majmu’ah asy-Syari’ah al-Kafiyatu lil ‘Awam, ‘…kerono arah supoyo pahamo wong-wong amsal ingsun awam kang ora ngerti boso Arab muga-muga dadi manfaat bisa ngelakoni kabeh kang sinebut ing njeroni iki tarjamah…,” kitab-kitab yang ditulis Kiai Saleh jelas ditujukan untuk kalangan yang tidak mengerti Bahasa Arab.

Kiai Saleh menerjemah, menyadur dan meringkas kitab-kitab besar seperti Ihya ‘Ulumuddin karya al-Ghazali atau  Matan al-Hikam karya Ahmad bin `Athaillah al-Iskandari untuk disajikan ke pembelajar awam dan tidak mengerti bahasa Arab tersebut. Saduran dan ringkasan yang dibuat Kiai Saleh sangat padat, ringkas, dan mengena. Tidak aneh kalau hingga sekarang pun sebagian dari kitab-kitabnya masih dicetak oleh Karya Toha Putera, Semarang, dan itu artinya masih terus dibaca dan dipelajari, terutama di daerah Jawa Tengah pesisiran.

Dalam kitab-kitabnya, namanya ditulis secara resmi sebagai “As-Syaikh Haji Muhammad Saleh bin Umar As-Samarani.” Sebagai penghormatan, mendahului namanya juga diterakan sebutan “As-Syaikh al-‘Alim al-‘Allamah wal Bahrul Fahhamah (Sang Guru Besar yang Alim, Teramat Alim dan Memiliki Lautan Pengetahuan).”

Di dalam kitab-kitabnya, Kiai Saleh dengan terbuka dan kerendahan hati senantiasa menyebut bahwa ia hanya menghimpun, meringkas, dan menerjemah suatu kitab jika memang demikian adanya: “…metik saking Ihya ‘Ulumuddin Al-Ghazali (diambil dari Ihya ‘Ulumuddin Al-Ghazali),” demikian ia tulis disampul kitabnya Kitab Munjiyat.

Tercatat ada duabelas kitab yang dinisbatkan dengan nama Kiai Saleh, yaitu: Majmu`atusy Syari`at al-Kafiyah li al-`Awam (Himpunan hukum syariat bagi orang awam), Kitab Munjiyat (Kitab Ilmu Jiwa dipetik dari Ihya’ `Ulum ad-Din), Matan al-Hikam (Kitab Hikmah diambil dari karya Ahmad bin `Athaillah al-Iskandari).

Kemudian Latha’ifuth Thaharah wa Asrar ash-Shalah (Rahasia dan hakikat salat dan puasa), keutamaan bulan Muharram termasuk `Asyura, keutamaan bulan Rajab dan keutamaan bulan Sya`ban; Manâsik  al-Hajji wa al-‘Umrah (Tata Cara Haji dan Umrah); Kitab Pasolatan (Kitab tentang Shalat).

Sabilul Abid `ala Jauharatit Tauhid (Kitab Tauhid [ketuhanan] yang merupakan terjemahan dari kitab tauhid karya Ibrahim Laqqani); Al-Mursyid al-Wajiz (kitab tentang Al-Qur’an); Haditsul Mi`raj (kitab mengenai Isra Mi’raj); Kitab al-Mahabbah wa al-Mawaddah fi Tarjamah Qaul al-Burdah fi al-Mahabbah wa al-Madh ‘ala Sayyid al-Mursalin (Syarah atas kitab Maulid al-Burdah karya Muhammad bin Sa`id al-Bushiri [1212-1296 H.]; Faidh ar-Rahmân fi Tarjamah Tafsir Kalam al-Malik al-Dayyan (Tafsir Quran); dan Minhaj al-Atqiya’ fi  Syarh Hidayat al-Adzkiya’ ila Thariq al-Auliya’ (Syarah atas kitab Hidayatul Adzkiya’ ila Thariq al-Auliya’ karya Zainuddin bin `Ali al-Malibari [872-928 H.]).
Tiga dari karyanya yang diambil dari Al-Ghazali, Ibn `Ata’illah dan Zainuddin al-Malibari, menunjukkan bahwa Kiai Saleh memiliki kecenderungan pada pengajaran tasawuf, meski ia juga menulis topik-topik yang lain. Kehidupannya yang sangat sederhana membuatnya dikenal sebagai seorang sufi sejati. Tak aneh kalau di kalangan ulama Jawa yang lebih muda, Kiai Saleh dijuluki sebagai ‘Ghazali Kecil’ (al-Ghazali al-Saghir).

Kiai Saleh Darat juga dianggap sebagai guru R. A. Kartini, pengobar perjuangan perempuan di Indonesia yang terus dikenang hingga kini. Dalam suatu riwayat diceritakan bahwa seusai mengikuti pengajian tafsir al-Fatihah yang diberikan oleh Kiai Saleh Darat di Pendopo Agung Demak, Kartini secara halus meminta Kiai Saleh untuk menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam Bahasa Jawa agar Al-Qur’an lebih bisa dimengerti kalangan awam.

Di antaranya, atas dasar permintaan Kartini itulah, Kiai Saleh menulis kitab Faidlur Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam al-Malik al-Dayyan pada tahun 1312 H/1894 M, kitab yang berisi tafsir Al-Quran dalam Bahasa Jawa.

Ketika Kartini menikah, Kiai Saleh Darat menghadiahkan kepadanya terjemahan Al-Qur’an juz pertama. Berkat terjemahan ini, Kartini, yang sebelumnya memandang Al-Quran sebagai kitab yang hanya dimonopoli pengertiannya oleh para ulama saja, mengaku menjadi lebih memahami dan mencintai Al-Quran. Sayang, tafsir Al-Quran pertama dalam Bahasa Jawa ini hanya sempat ditulis hingga juz enam karena Kiai Saleh Darat keburu wafat.

Kiai Saleh dikenal memiliki sikap politik yang anti-Belanda yang tercermin dalam banyak karyanya. Ia mengajarkan murid-muridnya untuk sebisa mungkin menghindari Belanda dan memperingatkan mereka untuk tidak meniru-niru cara hidup Belanda.

Dalam kitabnya, Majmu`at al-Shari`at al-Kafiyya li-l-`awam, ia menyatakan haram hukumnya bagi umat Islam menggunakan pakaian Eropa seperti jas dan dasi. Jika pun tidak bisa dihindarkan lagi harus datang ke kantor pemerintah, Kiai Saleh menyarankan agar yang bersangkutan masuk dengan kaki kiri terlebih dulu sebagaimana memasuki toilet dan tempat-tempat sejenis lainnya.

Karena itu, tidak aneh kalau sekali waktu Kiai Saleh pernah dicurigai memiliki hubungan dengan para aktivis politik. Pada tahun 1883, Konsul Belanda di Jeddah melaporkan bahwa Kiai Saleh pernah meminta Sultan Turki Ustmani untuk menghancurkan dominasi Belanda di Jawa.

Kiai Saleh wafat di Semarang pada 28 Ramadhan 1321 H. bertepatan dengan 18 Desember 1903, dalam usia 83 tahun, dan dimakamkan di Pemakaman Umum Bergota, Semarang. Makamnya kini menjadi subjek ziarah keagamaan yang penting di Jawa. Pada tiap tanggal 5 Syawal masyarakat menggelar haul untuk memperingati wafatnya ulama terkemuka ini. Tahun ini, umat Islam memperingati haulnya yang ke-112. (Hairus Salim HS)

(Sumber:nu.or.id)

Category: Uncategorized

Menyiram Air dan Karangan Bunga di Kuburan


Banyak sekali ragam tradisi yang berhubungan dengan ziarah kubur. Mulai dari mengaji al-Qur’an, tahlil, yasinan hingga menyirami pusara dengan air. Tentang dasar hukum berbagai tradisi tersebut telah sering disebutkan dalam rubrik ubudiyah. Kali ini redaksi akan menerangkan dasar hukum menyiram kuburan dengan air dingin atupun air wewangian.Imam Nawawi al-Bantani dalam Nihayatuz Zain menerangkan bahwa hukum menyiram kuburan dengan air dingin adalah sunnah. Tindakan ini merupakan sebuah pengharapan –tafaul- agar kondisi mereka yang dalam kuburan tetap dingin.

وَيُنْدَبُ رَشُّ الْقَبْرِ بِمَاءٍ باَرِدٍ تَفاَؤُلاً بِبُرُوْدَةِ الْمَضْجِعِ وَلاَ بَأْسَ بِقَلِيْلٍ مِنْ مَّاءِ الْوَرْدِ ِلأَنَّ الْمَلاَ ئِكَةَ تُحِبُّ الرَّائِحَةَ الطِّيْبِ (نهاية الزين 154)

Disunnahkan untuk menyirami kuburan dengan air yang dingin. Perbuatan ini dilakukan sebagai pengharapan dengan dinginnya tempat kembali (kuburan) dan juga tidak apa-apa menyiram kuburan dengan air mawar meskipun sedikit, karena malaikat senang pada aroma yang harum.
Begitu pula yang termaktub dalam al-Bajuri

…ويندب أن يرش القبر بماء والأولى أن يكون طاهرا باردا لأنه صلى الله عليه وسلم فعله بقبرولده إبراهم وخرج بالماء ماء الورد فيكره الرش به لأنه إضاعة مال لغرض حصول رائحته فلاينافى أن إضاعة المال حرام وقال السبكى لا بأس باليسير منه إن قصد به حضور الملائكة فإنها تحب الرائحة الطيبة…

Disunnahkan menyiram kubur dengan air, terutama air dingin sebagaimana pernah dilakukan rasulullah saw terhadap pusara anyaknya, Ibrahim. Hanya saja hukumnya menjadi makruh apabila menyiraminya menggunakan air mawar dengan alasan menyia-nyiakan (barang berharga). Meski demikian menurut Imam Subuki tidak mengapa kalau memang penyiraman air mawar itu mengharapkan kehadiran malaikat yang menyukai bau wangi.

Hal ini sebenarnya pernah pula dilakukan oleh Rasulullah saw

” أن النبي ( صلى الله عليه وسلم ) رش على قبر ابراهيم ابنه ووضع عليه حصباء ”

Artinya: “Sesungguhnya Nabi Muhammad ShallaAllahu alaihi wa sallam menyiram [air] di atas kubur Ibrahim, anaknya dan meletakkan kerikil diatasnya.”

Begitu juga dengan meletakkan karangan bunga ataupun bunga telaseh yang biasanya diletakkan di atas pusara ketika menjelang lebaran. Hal ini dilakukan dalam rangka Itba’ sunnah Rasulullah saw. sebagaimana diterangkan dalam hadits

حَدثَناَ يَحْيَ : حَدَثَناَ أَبُوْ مُعَاوِيَةَ عَنِ الأعمش عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ طاووس عن ابن عباس رضي الله عنهما عَنِ النَّبِيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ مَرَّ بِقَبْرَيْنِ يُعَذِّباَنِ فَقاَلَ: إِنَّهُمَا لَـيُعَذِّباَنِ وَماَ يُعَذِّباَنِ فِيْ كَبِيْرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ يَسْتَتِرُ مِنَ البَوْلِِ وَأَمَّا اْلآخَرُ فَكَانَ يَمْشِيْ باِلنَّمِيْمَةِ . ثُمَّ أَخُذِ جَرِيْدَةً رَطْبَةً فَشْقِهَا بِنَصْفَيْنِ، ثُمَّ غُرِزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةٍ، فَقَالُوْا: ياَ رَسُوْلَ اللهِ لِمَ صَنَعْتَ هٰذَا ؟ فقاَلَ: ( لَعَلَّهُ أَنْ يُخَفَّفَ عَنْهُمَا مَالَمْ يَيْـبِسَا)

Dari Ibnu Umar ia berkata; Suatu ketika Nabi melewati sebuah kebun di Makkah dan Madinah lalu Nabi mendengar suara dua orang yang sedang disiksa di dalam kuburnya. Nabi bersabda kepada para sahabat “Kedua orang (yang ada dalam kubur ini) sedang disiksa. Yang satu disiksa karena tidak memakai penutup ketika kencing sedang yang lainnya lagi karena sering mengadu domba”. Kemudian Rasulullah menyuruh sahabat untuk mengambil pelepah kurma, kemudian membelahnya menjadi dua bagian dan meletakkannya pada masing-masing kuburan tersebut. Para sahabat lalu bertanya, kenapa engkau melakukan hal ini ya Rasul?. Rasulullah menjawab: Semoga Allah meringankan siksa kedua orang tersebut selama dua pelepah kurma ini belum kering. (Sahih al-Bukhari, [1361])

Lebih ditegaskan lagi dalam I’anah al-Thalibin;

يُسَنُّ وَضْعُ جَرِيْدَةٍ خَضْرَاءَ عَلَى الْقَبْرِ لِلْإ تِّباَعِ وَلِأَنَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُ بِبَرَكَةِ تَسْبِيْحِهَا وَقيِْسَ بِهَا مَا اعْتِيْدَ مِنْ طَرْحِ نَحْوِ الرَّيْحَانِ الرَّطْ 

 Disunnahkan meletakkan pelepah kurma yang masih hijau di atas kuburan, karena hal ini adalah sunnah Nabi Muhammad Saw. dan dapat meringankan beban si mayat karena barokahnya bacaan tasbihnya bunga yang ditaburkan dan hal ini disamakan dengan sebagaimana adat kebiasaan, yaitu menaburi bunga yang harum dan basah atau yang masih segar.   Redaktur: Ulil Hadrawy

Sumber:NU.or.id

Category: Uncategorized

Sunan Ampel Restui Berdirinya NU


300 x 80 Pixel

Cirebon, NU Online
Para ulama pendiri NU jelas bukan sembarang ulama. Mereka orang-orang khos yang memiliki kualitas keimanan yang luar biasa di zamannya.

 

Salah satu pendiri jam’iyyah Nahdlatul Ulama, KH Abdul Wahab Hasbullah, selain pendirian NU kepada kepada KH Hasyim Asy’ari, beliau meminta persetujuan waliyullah tanah Jawa. Yaitu Kanjeng Sunan Ampel.

Dituturkan salah satu putra Mbah Wahab, KH Hasib Wahab, ayahnya itu menulis surat kepada Sunan Ampel dalam Bahasa Arab. Surat tidak dilipat tapi digulung seperti nawala di zaman kerajaan kuno. Lalu dibungkus kain terus dimasukkan ke dalam makam Sunan Ampel di Surabaya.

“Mbah Wahab bilang ke beberapa kyai dan pendereknya, jika surat itu dalam tiga hari hilang dari tempat dia memasukkan, berarti Sunan Ampel merestui berdirinya NU,” ujar penerus Kiai Wahab mengasuh Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang ini. Dia ceritakan kala diwawancarai di sela sarapan pagi di lokasi Munas & Konbes NU di Ponpes Kempek Palimanan Cirebon, Ahad (16/9).

Tutur Kiai Hasib, setelah tiga hari memasukkan surat tersebut, Mbah Wahab ziarah lagi ke makam Sunan Ampel. Malah membawa rombongan lebih banyak. Ternyata nawala tersebut tak berada di tempatnya lagi. Akhirnya Kiai Wahab mantab, lalu pulang dan segera menemui KH Hasyim Asy’ari agar segera mendeklarasikan berdirinya NU.

“Suratku wis diterima Kanjeng Sunan Ampel. Berarti direstui untuk melanjutkan dakwah Islam di Nusantara, ” ujar Kiai Hasib menirukan ucapan ayahnya yang dia dengar dari penuturan sahabat Mbah Wahab yang pernah bercerita kepadanya.

(Sumber:NU.or.id)

Category: Uncategorized

Wisata Religi Makam Kiai Ronggo Diresmikan


Probolinggo, NU Online
Makam salah satu sesepuh Kecamatan Kraksaan Kabupaten Probolinggo yang terletak di RW IV Kelurahan Sidomukti Kecamatan Kraksaan yakni Kiai Ronggo, Rabu (24/10) malam terlihat tidak seperti biasanya. Ribuan warga khususnya Kelurahan setempat berkumpul memadati areal makam tersebut. Mereka berkumpul untuk melakukan haul do’a bersama dan peresmian makam Kiai Ronggo sebagai obyek wisata religi di Kabupaten Probolinggo.

Peresmian dan haul Kiai Ronggo ini dihadiri oleh Bupati Probolinggo yang juga Mustasyar NU Kabupaten Probolinggo H Hasan Aminuddin, Ketua Dewan Penasehat Muslimat NU Kabupaten Probolinggo Hj Puput Tantriana Sari, Ketua Tanfidziyah PCNU Kraksaan KH Nasrullah A. Suja’i, Rais Syuriyah PCNU Kraksaan KH Munir Kholili, Ketua PC GP Ansor Kraksaan Nuriz Zamzami serta sejumlah tokoh agama setempat.

Kegiatan peresmian makan Kiai Ronggo ini diawali dengan haul dan pembacaan surat Yasiin dan tahlil bersama. Kemudian dilanjutkan dengan doa bersama yang dipimpin oleh KH Hhofil. Suasana khidmat terlihat dari semua jamaah yang turut serta dalam kegiatan tersebut. Hal itu terlihat dari khusyu’nya masyarakat dalam mengikuti jalannya do’a bersama hingga acara malam itu usai tak satupun masyarakat yang beranjak dari tempatnya.

Dalam sambutan singkatnya Mustasyar NU Kabupaten Probolinggo H Hasan Aminuddin menuturkan dengan selesainya pembangunan makam Kiai Ronggo serta makam sesepuh tokoh agama di Kabupaten Probolinggo khususnya Kecamatan Kraksaan tersebut nantinya akan menambah obyek wisata religi di Kabupaten Probolinggo.

“Setelah diresmikan ini nantinya akan digelar ziarah sebagai upaya pengenalan terhadap generasi penerus terkait dengan tokoh-tokoh agama di Kabupaten Probolinggo,” ungkap Hasan.

Lebih lanjut Hasan menambahkan bahwa banyak hikmah nantinya yang bisa dirasakan bila sejumlah makam sesepuh dan tokoh agama di Kabupaten Probolinggo menjadi wisata religi. ”Selain sebagai wahana pengenalan terhadap putra/putri kita juga bisa dijadikan sebagai peningkatan perekonomian, yakni dengan berjualan di sekitar areal,” jelas Hasan.

Tidak lupa Hasan juga berharap melalui kegiatan tersebut agar masyarakat dapat mengingat sejumlah sesepuh dan tokoh agama yang sudah banyak berjasa terhadap Kabupaten Probolinggo. Terlebih mengingat dan selalu mendo’akan serta ziarah ke makam para orang tua.

“Ziarah terhadap makam sesepuh dan tokoh agama sangatlah perlu selain sebagai pengingat akan jasa-jasanya yang sudah banyak diperbuat terhadap Kabupaten Probolinggo ini dan juga untuk mendo’akannya untuk mendapatkan barokahnya,” ujar Hasan.
Sementara Ketua Tanfidziyah PCNU Kraksaan KH Nasrullah A. Suja’i menuturkan bahwa seiring kemajuan zaman yang terus berkembang dengan pesat, tantangan zaman ke depan yang akan dihadapi oleh generasi penerus akan semakin berat.

”Diharapkan para orang tua untuk selalu membekali putra/putrinya dengan bekal iman dan ilmu yang cukup guna menjawab tantangan zaman yang akan dihadapi, sehingga nantinya tidak tergilas oleh pengaruh kemajuan zaman. Saya mengingatkan agar masyarakat tidak melupakan ziarah terhadap makam-makam tokoh agama dan sesepuh di Kabupaten Probolinggo, terlebih terhadap makam sesepuh para orang tua kita,” ungkapnya singkat.

(Sumber:NU.or.id)

Category: Uncategorized

Ingin Pemilu Sukses, Ketua KPU Ziarahi Makam Gus Dur


Jombang, NU Online
Ketua Kommisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat, Husni Kamil Malik melakukan ziarah ke makam KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Rabu (19/9).

Kunjungan dilakukan usai meresmikan kantor KPU Jombang yang baru. Tiba di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, bersama Arif Budiman dan Ketua KPU Jatim, Andree Dewanto serta beberapa anggota KPU se Jatim, Kamil Manik disambut KH Sholahudin Wahid adik kandung Gus Dur.

Setelah bercengkrama sejenak, Kamil melakukan ziarah ke Makam Gus Dur yang terletak disebelah barat Masjid.
Husni Kamil berharap pelaksanaan pemilu 2014 mendatang bisa lebih sukses dari pemilu pemilu sebelumnya, dan  juga tidak meninggalkan beban bagi KPU dimasa akhirnya.” Kita berharap pelaksanaan pemilu dan pemilu kada bisa sukses. Bahkan dan lebih baik dari pemilu 1955,”ujarnya saat meresmikan gedung baru KPU Jombang, kemarin.

Dikatakannya, dalam sosialisasi pelaksanaan pemilu, pihaknya telah melakukan berbagai upaya. Salah satunya adalah melalui pendekatan formal kepada eksekutif fan legislatif. Ada 3 pendekatan yang terus kita lakukan, yakni pendekatan formal, pendekatan normal bertemu dengan eksekutif dan legislatif.

“Yang kedua adalah pendekatan non formal, kita lakukan kepada ulama dan tokoh masyarakat. Dan yang terakhir adalah pendekatan Spiritual, “ujarnya seraya mengatakan bagaimana KPU juga didukung oleh zat yg memberi amanah, salah satunya menghormati ulama.

Kamil Manik menambahkan, KPU seharusnya perlu mendapatkan penghargaan atau lencana atas kinerjanya yang ikut mensukseskan pelaksanaan pemilu dan pemilu kepala daerah. Selama ini, lanjut Malik para pendahulunya di KPU usai pelaksanaan pemilu sering kali mendapatkan ganjaran tahanan.” Mungkin Wagub bisa memikirkan penghargaan untuk temen temen KPU atas keberhasilannya,”ujarnya mengatakan.

Sebelumnya, Wakil Gubernur Jawa Timur, Syaifullah Yusuf menawarkan kepada komisiner KPU pusat yang hadir di Jombang untuk berziarah ke makam Gus Dur beserta makam pendiri NU. “ Untuk Ketua KPU pusat, di Jombang ini ada makam Gus Dur dan makam makam pendiri NU, dan setiap harinya makam Gus Dur itu  pengunjungnya sampai ribuan. Belum lagi makam Sunan Ampel, Mungkin baik juga untuk ketua KPU melakukan ziarah pada tokoh2, termasuk pendiri NU,” ujar Gus Ipul menawarkan.

Menanggapi tawaran ini, Ketua KPU Pusat, Husni Kamil Malik mengatakan, dirinya akan mengajak bersama Arif Budiman  serta keua KPU Jatim, Andree Dewanto untuk berkujung ke makam Gus Dur.

Dikatakannya selama ini beberapa SMS yang dikirim ke padanya agar datang di Jombang tidak jawab. “Sampai hari ini tidak pernah saya jawab. Tapi tanah Jombang ini mulia. Saya mungkin dengan Mas Arif untuk bermunajad, agar pemilu sukses. Lebih baik Dari pemilu bahkan pemilu 1955,”tandasnya seraya mengatakan KPU tidak boleh kalah dengan tokoh partai politik yang juga melakukan ziarah ke Gus Dur saat aka nada pemilihan pemimpin

(Sumber:NU.or.id)

Category: Uncategorized

Anjuran untuk Ziarah Kubur


Ziarah kubur sudah menjadi perilaku rutin warga nahdliyin. Mereka terbiasa mengunjungi makam orang tua, kerabat, sahabat, kiai, dan makam para wali di tanah air ini.Ganjaran Allah SWT. bagi para peziarah sudah menanti. Betapa tidak? Mereka biasanya mengisi upacara ziarah dengan membaca ayat-ayat Alquran atau rangkaian zikir tahlil dan shalawat. Mereka menerima pahala yang berlipat, untuk ibadah ziarahnya itu sendiri dan rangkaian bacaan yang mereka lafalkan.

Ziyaratul quburi mustahabbatun ‘alal jumlah littazakkuri wal i‘tibar. Waziyaratu quburis shalihin mustahabbatun liajlit tabarruki ma‘al i‘tibar. Ziarah kubur adalah sunah untuk mengingatkan manusia pada kematian dan membaca pertanda di hadapan mereka. Sedangkan menziarahi kubur orang saleh adalah juga sunah untuk membaca pertanda di hadapan mereka dan mengalap berkah. Begitu kata Imam Ghazali dalam Ihya Ulumid Din.

Dengan otomatis, ziarah termasuk ibadah yang sangat dianjurkan. Banyak manfaat yang mereka terima dari ibadah ziarah. Ini bukan ibadah yang berat dan asing mengingat ziarah sudah mengalami tradisi yang panjang dalam sejarah umat Islam di Indonesia.

Makam Sunan Kalijaga, di desa Kadilangu, Demak, Jawa Tengah misalnya. Setiap harinya dikunjungi oleh ribuan peziarah dari berbagai pelosok, terlebih lagi musim lebaran dan liburan sekolah.

Tentu, niat para peziarah adalah kunci utama dalam melakukan ibadah ini. Dalam segala bentuk ibadah, umat Islam selalu menanamkan dalam hati untuk mendekatkan diri dan meningkatkan takwa kepada Allah.

Terlebih lagi, makam para wali dan orang saleh di Indonesia sangat banyak. Ini sangat memungkinkan sekali bagi mereka untuk mengalap berkah. Sementara, keberkahan sendiri bagi kehidupan nahdliyin adalah nilai yang membekali mereka bukan hanya menghadapi tetapi juga mengatasi segala persoalan kehidupan.

Upaya mendekatkan diri kepada Allah, dan kecintaan mereka kepada para wali dan orang saleh, adalah langkah strategis sehingga Allah memberikan kebaikan dunia dan akhirat bagi mereka.

(Sumber:NU.or.id)

Category: Uncategorized

Ziarah kubur yang membawa berkah, apakah masih disebut bid’ah


Sebagai santri Pondok Pesantren Sunan Pandan Aran sudah selayaknya apabila kita mengenal dan mengkaji apa yang tersirat dari ajaran yang terdapat di lingkungan makam Ki Ageng Sunan Pandan Aran baik yang berupa tradisi maupun bangunan. Penulis sendiri setelah kurang lebih satu setengah tahun hidup di lingkungan makam Ki Ageng Sunan Pandan Aran sedikit mengerti apa yang ada di lingkungan makam tersebut, berdasarkan othak-athik gathhuk dan cerita dari sesama peziarah.

Namun mengingat kebodohan penulis maka hasil dari othak-athik tersebut sangat jauh dari sempurna untuk itu penulis sangat mengharapkan tegur sapa dari pembaca untuk menyempurnakan tulisan ini, mudah-mudahan tulisan ini bisa menjadi salah satu bahan kajian kita bersama.

Sekilas tentang Ki Ageng Sunan Pandan Aran

Menurut serat candrakantha karya Rng Candrapradhata Sunan Tembayat adalah cucu dari Sunan Ampel, anak dari P. Tumapel/P. Lamongan yang bernama Syaikh Maulana Hambyah dan konon bernama kecil Jaka Pameling/Jaka Supang.

Gaya dakwah dari Ki Ageng Sunan Pandan Aran hampir sama dengan gurunya, Sunan Kalijaga yaitu dengan cara merakyat, membaur dengan masyarakat sudra/Kasta terendah dari masyarakat Hindu. Kisah-kisah Sunan Bayat ini banyak ditulis oleh Panembahan Kajoran.

Ketika Semarang belum resmi menjadi kadipaten Ki Ageng Sunan Pandan Aran telah menjadi akuwu (setingkat Wedana) dan setelah kadipaten Semarang terbentuk Sunan Pandan Aran menjadi adipati yang pertama dan mendapat gelar Ki Ageng Pandan Aran. Masyarakat Islam Jawa pesisiran memberi nama Syeikh Maulana Hasan Nawawi.

Sekitar tahun 1512 Ki Ageng Pandan Aran menyerahkan kekuasaan kepada adiknya, atas bimbingan sang Guru beliau uzlah, merendahkan diri serendah-rendahnya agar tidak dikenal masyarakat tanpa membawa bekal harta sedikitpun bahkan beliau mengabdi pada seorang penjual serabi yang sangat kikir dan galak bernama Nyai Tasik dengan nama samaran Slamet, Nyai Tasik sendiri akhirnya menjadi salah satu murid Ki Ageng setelah terbuka kedoknya.

Dalam perjalanan uzlahnya dari urusan duniawi beliau mengajarkan ilmu-ilmu agama dengan metode patembayatan yang mempunyai makna kurang lebih musyawaroh. Karena sistim mengajinya dengan metode tersebut beliau oleh Sang Guru (Sunan Kalijaga) mendapat sebutan Sunan Bayat. Dan daerah padhepokannya terkenal dengan daerah Bayat yang terletak kurang lebih 12 km. dari ibukota kabupaten Klaten.

Ki Ageng Sunan Pandan Aran wafat pada tahun 1537 dengan meninggalkan murid-murid yang sangat terkenal antara lain : Syeikh Dombo, Ki Ageng Gribig, Nyai Ageng Tasik, Kyai Sabuk Janur, Kyai Sekar Dlimo, Ki Ageng Semilir, Ki Ageng Majasto, Kyai Kali Datuk, Ki Ageng Konang serta masih banyak yang lainnya.

Ki Ageng Sunan Pandan Aran merupakan wali penutup atau terakhir dalam kumpulan wali sanga. Sebagai penghormatan Sultan Hadiwijaya pada tahun 1566 membangun makam beliau dan pada tahun 1633 diperluas oleh Sultan Agung dan diberikan ajaran-ajaran yang tersirat dari tata cara dalam melaksanakan ritual ziarah dan bentuk bangunan yang ada di makam Ki Ageng Sunan Pandan Aran, insyaalloh sebagian akan diuraikan dibawah ini.

Sebelum menguraikan ajaran yang tersirat dari ritual dan bentuk bangunan makam alangkah baiknya apabila kita mengenang salah satu ajaran Ki Ageng Sunan Pandanaran sebelum meninggal yaitu :

Syare’at Golo.

Golo terdiri dari dua huruf Jawa Go dan Lo, huruf Go adalah angka 1 dalam angka Jawa dan Lo adalah angka 7, yen sliramu pingin dadi manungsa kang sampurno nyuwuno pituduh, pitutur, pitulungan marang Dzat kang Tunggal kanthi nindakno 17 dawuh-E(Terjemahan bebasnya kalau kamu kepingin menjadi manusia yang sempurna mintalah petunjuk, nasehat dan pertolongan kepada Dzat yang Maha Esa dengan melaksanakan 17 perintah-Nya(Sholat 17 rokaat).

Dan syareat tersebut diabadikan menjadi nama masjid Golo.

Adapun puncak ajaran dari syareat golo ini terlukis dari penamaan puncak Jabalkat. Jabalkat dari kata Jabal Uhud yang merupakan kata dari bahasa Arab dimana Jabal berarti gunung, uhud merupakan kata ganti dari Ahad yang berarti Esa. Artinya Gunung Keesaan (puncak dari tauhid), apabila kita bisa benar-benar melaksanakan sholat wajib 17 rokaat sehari.

RITUAL DAN BANGUNAN MAKAM YANG PENUH DENGAN AJARAN (YANG MEMBANGUN SULTAN AGUNG ):

Makam Ki Ageng Sunan Pandan Aran terletak diperbukitan, masuk dalam wilayah kalurahan Paseban kecamatan Bayat Kabupaten Klaten. Persisnya 12 km. sebelah selatan ibukota kabupaten Klaten, dan dapat ditempuh melalui kota Klaten dengan menggunakan kendaraan umum(omprengan) maupun Bus antar kecamatan jurusan Klaten-Semin dengan ongkos yang terjangkau.

Dari atas perbukitan tempat makam Ki Ageng Pandan Aran kita dapat melihat pemandangan yang sangat menarik hati. Bukit-bukit disekitarnya sangat indah dipandang.

Memasuki areal pemakaman kita akan melihat bangunan yang sangat artistik modifikasi dari bangunan candi lengkap dengan gapura yang penuh dengan ukiran. Apa yang akan kita lihat ketika ziarah ke makam Sunan Pandan Aran sebetulnya penuh dengan pendidikan ketauhidan yang sangat dalam. Namun karena kita masyarakat awam menganggap bahwa ritual dan bangunan yang ada di makam tersebut penuh dengan tradisi Hindu/Kejawen/Kesepuhan.

Tata cara yang penulis ketahui dan banyak diyakini kebenaranya oleh peziarah antara lain: Supaya terkabulnya permintaan peziarah diharapakan membawa bunga, mengitung jumlah tangga naik-turun harus sama, ziarah ke makam kijing wilangan, ketika pulang dianjurkan untuk membawa bunga Kanthil, intip(kerak nasi) dan pisang kepok. Dari bentuk bangunan : Tangga yang dibikin berkelok-kelok , gapura dengan jumlah 11, balai paseban, genthong Sinaga, gedhong inten (Puncak Makam dimana Sunan Pandan Aran dimakamkan). Dan masih banyak lagi ritual ataupun bangunan yang lepas dari pengamatan penulis.

Ritual

1. Membawa Bunga

Tujuan dari ziarah kubur pada hakekatnya adalah salah satu sarana belajar untuk mengingat-ingat bahwa kitapun akan dikubur/meninggal. Setelah meninggal apa yang harus kita bawa ?

Marilah kita lihat lagi surat Al-Kahfi ayat : 45-46 yang terjemahan bebasnya kurang lebih :”Dan berilah perumpamaan kepada mereka(manusia), kehidupan dunia adalah seperti air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka tumbuh-tumbuhan menjadi subur karenanya di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu, serta lebih baik untuk menjadi harapan.”

Dari ayat di atas sangatlah jelas apa yang mesti kita bawa ketika menghadap kepada Dzat yang telah menciptakan dan yang akan menanyakan pertanggung jawaban kita takala hidup di dunia ini. Bahkan harta dan anak-anakpun wajib kita pertanggung jawabkan kepada Allah SWT, besok pada hari pembalasan.

Saat kita melakukan ziarah kubur seolah-olah kita wajib membawa bunga. Dimakam Ki Ageng Sunan Pandan Aranpun ketika akan naik ke makam kita dianjurkan untuk membawa bunga Mawar, Kenanga, Kanthil, Melati, layaknya orang yang akan melakukan sesajen. Tujuan dari membawakan bunga menurut orang-orang yang mempercayai bahwa arwah setelah meninggal masih berhubungan dengan keluarga yang masih hidup oleh sebab itu merekapun membawakan kiriman berupa bunga. Kitapun masyarakat muslim yang menganut faham ahlussunnah juga mempunyai kepercayaan bahwa orang yang telah meninggal masih bisa menerima kiriman do’a, amal perbuatan baik berupa shodaqoh, haji dan amal-amal lainnya. Sedangkan bunga dari kiriman itu bila kita maknai akan berbunyi : Mawarno-warno kaindahaning tindak-tanduke mayit kenengno lan kanthilno ing ati lan tindakno sakbisa-bisamu supoyo ora malati(Berbagai macam kebaikan /jasa almarhum masukan dalam hatimu agar menghujam sampai dalam, kenang dan catat dalam hatimu lan laksanakan sekuat-kuatmu agar kamu tidak mendapat bilahi/tuah).

Dari sini kita bisa memetik pelajaran bahwa bekal kita untuk menghadapi kematian adalah bunga kehidupan/amal perbuatan kita semasa hidup. Bunga kehidupan haruslah berdasarkan tuntunan syari’at yang dibawa oleh Junjungan kita Nabi Muhammad SAW, ke bawah sampai dengan ulama-ulama sekarang karena kita sudah tidak bertemu langsung dengan junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Apabila kita ingat bahwa apa yang akan menjadi bekal ketika kita naik/meninggal tentu kita akan banyak mendekat pada para ulama untuk mendapatkan petunjuk menghadapi kematian dan agar kita tidak salah membawa bekal menghadap kepada Sang Khaliq.

2. Menghitung tangga

Ziarah ke makam Sunan Pandan Aran kita harus menaiki tangga, konon menurut kepercayaan barang siapa yang bisa mengitung jumlah tangga naik turunnya sama maka orang tersebut akan bahagaia atau bakal tercapai apa yang diidamkan.

Tangga adalah salah satu alat untuk memanjat bangunan yang tinggi, sedangkan arwah ketika dicabut diistilahkan dengan diangkatnya roh.

Orang yang telah meninggal tentu akan mengahadapi hari perhitungan. Pada hari itu banyak orang yang sangat menyesal karena, lalai dengan peringatan yang telah didengarnya. Untuk itu sebelum datang hari perhitungan alangkah baiknya apabila kita mau menghitung apa yang telah kita perbuat. Jika hari ini kita melakukan kesalahan cepat-cepat melakukan tobat, mohon ampun kepada Dzat Yang Maha Pengapun dan Maha Penghitung. Ini akan sangat sesuai dengan hadits nabi yang artinya kurang lebih : “Hitung-hitunglah kesalahan dirimu sebelum kalian dihitung dan timbanglah kesalahan dirimu sebelum ditimbang nanti di akhirat.”

Hisab seorang hamba (manusia) terhadap dirinya sendiri adalah dengan bertaubat, menyesali perbuatannya, dan melepaskan seluruh kemaksiatan sebelum meninggal dunia. Disamping itu ia juga menambal kekurangan yang disebabkan oleh sikap sembrono dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban Allah, mengembalikan hak-hak orang lain yang diambil secara dzalim, meminta halal kepada orang-orang yang didzalimi dengan lidah atau tangannya. Sehingga orang tersebut meninggal dunia dengan tanpa membawa dosa kedzaliman kepada orang lain.

Adapun orang yang mati, sedangkan ia membawa dosa-dosa kedzalimannya, maka besok (di akhirat) ia akan dikerumuni oleh mereka yang pernah didzaliminya. Di antara mereka lalu mengatakan: “Inilah dulu orang yang pernah mendzalimiku (di dunia) pada hari ini dan itu.” Yang lain lagi mengatakan:”Inilah orang yang pernah mencaci maki aku.” Yang lain mengatakan: “Inilah orang yang pernah menggunjing kejelekanku, sehingga aku merasa sakit hati.” Yang lain lagi juga mengatakan: “Inilah dia, orang yang pernah menjadi tetanggaku, tetapi dia suka menyakiti hatiku dan tidak pernah memenuhi hak bertetangga.” Masih ada lagi yang mengatakan: “Inilah dulu orang yang aku membeli sesuatu darinya, akan tetapi ia menipuku.”

Inilah kondisi di hari kiamat nanti. Para pelaku kedzaliman akan dipertemukan dengan orang yang pernah didzaliminya. Perbuatuan batil mereka akan dibalas langsung oleh orang-orang yang pernah didzalimi. Ada yang membalas dengan tangannya langsung, ada yang meminta ganti rugi, ada pula yang membalas dengan menyeret kepalanya dan lain sebagainya.

Dalam hal ini Rasululloh SAW pernah bersabda, mendiskripsikan fenomena tersebut dalam sabdanya: “Apakah kalian tahu siapakah orang yang bangkrut itu?” Kami (para sahabat) menjawab: “Orang yang bangkrut adalah orang yang tidak mempunyai dirham, dinar dan kekayaan sama sekali.” Beliau SAW lalu mengatakan: “Orang yang bangkrut dari golongan umatku adalah orang yang di hari kiamat kelak datang dengan membawa pahala amal shalat, puasa dan zakat, akan tetapi ia telah melakukan dosa mencaci maki orang ini, menuduh orang ini, memakan harta orang ini, mengalirkan darah orang ini, memukul orang ini. Maka akhirnya, orang-orang tersebut diberikan pahala dari orang yang pernah berbuat dzalim itu. Apabila amal kebaikannya telah habis sebelum diputuskan apa yang akan menimpa padanya, maka dosa-dosa mereka yang pernah didzalimi akan ditimpakan kepadanya. Akhirnya iapun dilempar ke neraka.”

Sangat beruntunglah orang yang bisa menghisap/menghitung apa yang telah diterima dan apa yang telah diberikan-Nya, syukur-syukur bisa sama antara pemberian dan yang telah diterimanya. Dan lebih beruntung lagi orang yang tidak tahu apa yang telah diterima dan yang telah diberikan.

3. Kijing wilangan / Mengitung batu-bata dan mengukur makam (ndepani makam* Jawa)

Di sebelah barat makam induk (Gedong inten) terdapat beberapa makam salah satunya makam penderek Ki Ageng Sunan Pandan Aran yang beranama ki Sebata. Makam ini menjadi satu komplek dengan makam Ki Ageng Dampo Awang, kedua makam ini dipercaya oleh masyarakat umum bahwa masing masing mempunyai kekeramatan sendiri-sendiri.

Makam Ki Ageng Sebata dipercaya bahwa apabila kita bisa menghitung jumlah batu bata yang menjadi kijingnya, berulang-ulang dan jumlahnya selalu sama. Maka maksud kita bakal tercapai.

Perlu kita cermati dan perhatikan benar-benar bahwa kata Sebata sepadan (istilah sekarang plesetan) dengan kata sepata dalam bahasa Indonesia berarti Sumpah. Sebagai umat Islam kita tentu ingat dalam al-Qur’an surat Al A’raaf ayat 172-174 Allah SWT. telah berfirman yang artinya: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikan itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesusngguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan), atau agar kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu?”. Dan demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu, agar mereka kembali (kepada kebenaran).

Juga dalam surat ar-Ra’du: 16 yang artinya :

“Katakanlah: “Siapakah Tuhan langit dan bumi?” Jawabnya: “Allah” Katakanlah: “Maka patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah, padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi mereka sendiri?” Katakanlah: “Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang; apakah mereka menjadikan sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya itu serupa menurut pandangan mereka?” Katakanlah: “Allah adalah pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha perkasa”

Setelah kita lahir dan memasuki usia baligh kita wajib mengucapkan lagi sumpah itu, dan menjadi salah satu rukun dari rukun Islam yang pertama. Sumpah kita kepada Dzat yang Maha Esa yang disebut dengan Syahadat. Kita benar-benar dianggap orang Islam jika telah bersumpah dengan lisan dan membenarkan dengan hati, dimanisfestasikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Sudah selayaknya apabila Sultan Agung memberikan ajaran agar orang bisa mengitung sumpahnya itu sudah selaraskah dengan hati dan perbuatannya. Jika lisan, hati dan perbuatan selalu selaras maka akan beruntunglah kita sebagai manusia.

Makam ki Ageng Dampo Awang dipercaya apabila kita akan menjadi mulia apabila kita bisa depani (mengembangkan lengan tangan selebar-lebarnya) dan bisa sampai antara maesan di kepala dan kaki, maka akan cepat terkabul apa yang menjadi cita-cita kita.

Sebelumnya perlu kita ketahui bahwa ki Dampo Awang adalah salah satu orang kepercayaan Ki Ageng Sunan Pandan Aran yang berasal dari negeri seberang (Cina). Kita sebagai orang ajam (Jawa) tentu sangat asing dengan ajaran Islam yang menggunakan bahasa Arab. Namun apabila kita mau berusaha untuk menghembangkan dada dan mau depani mengukur dengan cara belajar yang sungguh-sungguh maka akan tercapailah apa yang kita idamkan hidup bahagia dunia dan akhirat.

5. Bunga kanthil, Intip/Kerak nasi dan Pisang Kepok

Setelah berdo’a dan menabur bunga di dalam makam induk kita dianjurkan untuk mencari bunga yang telah kita sebar di atas makam dan bunga yang kita cari adalah bunga kanthil.

Maksud dari ritual tersebut, setelah kita mempunyai bekal/bunga kehidupan yang kita tebar di atas dunia ini seyogyanya kita mempunyai satu amalan yang perlu kita istiqomahkan.

Mencari bunga kanthil di makam Ki Ageng Pandan Aran mempunyai pengertian hendaklah kita pelajari apa yang telah ditinggalkan oleh almarhum, dan kita masukan dalam lubuk hati sedalam-dalamnya agar benar-benar kemanthil-manthil. Dan menjadi salah satu amalan kita.

Contoh yang paling mudah adalah pelajaran Syare’at golo yang telah disebutkan diatas. Apabila kita mau renungi ajaran dari syareat golo kita akan benar-benar menjadi seorang muslim. Karena tiang dari agama kita adalah Sholat seperti tersebut dalam hadits nabi Muhammad SAW. Yang artinya kurang lebih : “Sholat adalah tiang agama …….. “

Setelah kita ziarah ketika keluar dari areal makam tersedia buah tangan yang menjadi ciri khas makam Ki Ageng Sunan Pandan Aran berupa intip (kerak nasi) dengan rasa asin maupun manis serta pisang kepok (gedang kepok).

Intip atau kerak nasi adalah nasi yang paling bawah dan paling matang sendiri bahkan sampai hangus mempunyai rasa yang khas apalagi bila dijemur sampai kering kemudian digoreng dengan diberi rasa asin atau manis.

Maksud dari oleh-oleh intip ini adalah belajarlah/membacalah kamu sampai benar-benar paham (mengerak/ngintip) baru kamu boleh pulang dengan membawa ilmu yang benar-benar matang jangan hanya setengah-setengah.

Pisang kepok/gedang kepok mempunyai arti gek ndang kapok. Maksudnya setelah kita mengetahui dosa-dosa dan kesalahan-kesalhan kita cepat-cepatlah bertobat, dan tidak akan mengulangi kesalahan yang sama pada kesempatan yang lain.

Dalam surat Ali Imron ayat 133-135 Allah SWT telah berfirman yang artinya kurang lebih :”Dan bersegeralah kalian menuju ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa. Yaitu orang-orang yang mau menafkahkan (hartanya) diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang mau menahan amarahnya. Dan memaafkan kesalahan orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan juga orang-orang yang apabila melakukan perbuatan keji(fahisyah) atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah lalu mmemohon ampun atas dosa-dosa mereka. Dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.”

Dan dari sahabat Anas bin Malik r.a, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: Allah berfirman: “Wahai ibnu Adam (manusia), sesungguhnya (meskipun) kamu tidak memohon dan mengharap kepada-Ku atas apa yang ada padamu, Aku tidak peduli. Wahai ibnu Adam (manusia), seandainya dosa-dosamu telah memenuhi kolong langit, kemudian kamu mau mohon ampun kepada-Ku, niscaya akan Aku ampuni. Sesungguhnya jika kamu telah berbuat dosa kepada-Ku seluas bumi, kemudian kamu mendatangi-Ku dengan tidak menyekutukan sesuatupun dengan-Ku, niscaya kamu akan Aku dekati dengan ampunan.

Sesungguhnya pintu-pintu surga tertutup semuanya sampai hari kebangkitan dan penggiringan manusia, kecuali pintu taubat. Ia akan selalu terbuka siang dan malam untuk orang-orang yang mau bertaubat. Kapan saja mereka bertobat, mau kembali dan menghentikan dari sesuatu yang dilarang. Bahkan Tuhan kita yang mempunyai Keagungan dan Kemuliaan akan turun tiap malam pada sepertiga malam yang terakhir seraya memanggil-manggil hamba-Nya: “Apakah ada diantara hamba-Ku yang mau bertaubat, apakah ada diantara hamba-Ku yang mau memohon ampun ‘beristighfar’.

Orang-orang yang mau bertaubat sesungguhnya cukup mendapatkan kemulian dan derajat dari Allah, sebab secacra khusus Allah menegaskan akan kecintaan-Nya kepada mereka, sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an al-Karim:

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang mau bertaubat dan mencintai orang-orang yang mau mensucikan diri” (QS. Al-Baqoroh: 222)

Allah SWT juga berfirman kepada orang-orang yang bermaksiat:

“Mengapa mereka tidak mau bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya ? Padahal Allah itu Maha Pengampun dan Maha Penyayang” (QS. Al-Maidah: 74)

Ada suatu riwayat ketika iblis la’natullah dikeluarkan dari surga dan diberi batas tempo, ia berkata: “Ya Tuhanku, demi keluhuran-Mu dan keagungan-Mu, saya tidak akan pernah berhenti untuk membujuk dan menggoda manusia, selagi di dalamnya masih ada ruhya”. Allah pun lalu menjawab: “Demi keluhuran dan keagungan-Ku, Aku tidak akan menghalangi taubatnya selagi ruh masih ada di dalam tubuhnya.

Oleh karena itu kami memohon rahmat-Mu, wahai Tuhan dan Pencipta kami. Dan kami memohon dengan rahmat-Mu, wahai Dzat yang Maha Pengasih diantara yang pengasih, agar kami dijaga dari berbagai musibah dan cobaan (fitnah)

Category: Uncategorized

Hello world!

1

Welcome to WordPress. This is your first post. Edit or delete it, then start blogging!

Category: Uncategorized

Free Web Hosting